Jumat, 12 Desember 2008

Cinta Sena (Cerpen) Bagian 2

Jam weker di kamarku menjerit sejadi-jadinya, rupanya kesal karena aku belum juga membuka kedua kelopak mataku. Seperti ditimpukkan kekepalaku aku langsung meloncat bangun dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 07.00. Ya ampun, aku telat lagi. Pasti karena tadi malam aku sempat terjaga dari tidurku sehingga aku kesiangan seperti ini.
Secepat kilat aku menyambar handuk dan langsung mandi, waduuh, kamar mandinya di bawah lagi, mudah-mudahan tidak ada orang soalnya aku harus ngantri lagi dengan pemilik rumah.
"Kesiangan, Mas Sena ?", sapa Bu Samiran. Aku cuman bisa tersipu malu, "Iya, Bu, tadi malam ada kerjaan jadi aku mesti lembur". Bohong lagi. "Aku mandi dulu ya, Bu". Untung ngga ada orang, aku bisa mandi secepatnya. Aku ngga boleh lagi terlambat masuk kerja, aku ngga mau lagi kalau kejadian minggu lalu terulang kembali. Bos marah besar karena aku terlambat masuk. Limabelas belas menit cukup buatku mandi dan berpakaian dan aku mesti sempat sarapan dulu dikantin dekat tempat aku kerja.
Setiap pagi gang sempit itu menjadi terasa semakin sempit, anak-anak berebut untuk berangkat ke sekolah, bapak-bapak sibuk mau ke tempat kerja, bahkan ibu-ibu sudah pada ngumpul menunggu abang sayur yang biasa mangkal, biasa sambil ngerumpi sebagai tambahan sarapan pagi.
"Gedubraaak... !!". Saking buru-burunya aku menabrak seseorang yang sedang berdiri menunggu angkutan umum. "Maaf, Mba ngga sengaja". "Ngga apa-apa, Mas". Weleh-weleh.. senyumnya, copot rasanya jantungku. Beberapa detik aku melongo, ngga bisa melepaskan pandangan dari wajah ayu yang ada dihadapanku, sampai aku tersadar sendiri, menyadari bahwa aku seperti orang bego malah mungkin dikira kurang ajar. "Eh, sorry, Mba". Dengan gugup aku cepat beranjak pergi, malu, maluuu banget. "Anak mana, ya ? Kok Aku baru liat ?", pikir sambil mempercepat langkahku.
Hiruk pikuk jalan menuju tempat aku bekerja membuat suasana pagi yang seharusnya sejuk dan nyaman sudah terasa panas dan menyesakkan. Jalan menuju tempat kerjaku memang merupakan jalur padat apalagi jam-jam seperti ini sepertinya manusia numpuk dan saling berebutan mengejar kesibukannya masing-masing. Hari ini, seperti biasa, aku berangkat kerja dengan menggunakan kendaraan anugerah dari Tuhan, sepasang kaki yang selalu membantuku untuk beraktifitas, soalnya kalau naik kendaraan umum terlalu lamban, berjejal, sumpek dan bau dan terlebih penting lagi.... aku bisa ngirit. Jarak dari rumah ke kantor tidak terlalu jauh, cuman memakan waktu sekitar 15 menit dengan berjalan kaki tapi sesekali harus dibarengi dengan setengah berlari. Seandainya setiap peringatan 17 Agustus diadakan lomba jalan cepat tentu aku akan selalu keluar sebagai juara.
"Selamat pagi, Boss" sapaku pada orang tua gendut yang sudah berdiri tegak didepan pintu masuk kantor. Matanya melirik tajam kearahku, dari ujung kaki sampai ujung rambut. "Jam berapa sekarang ?!" nadanya tajam menusuk. Kadang aku heran juga setiap pagi dia menanyakan 'jam berapa sekarang', padahal ditangannya melingkar jam tangan sebesar jam dinding. "Sorry, Boss, macet", jawabku ringan, alasan yang sudah basi dan tidak perlu diulang seperti tape rusak. Aku tau, sebenarnya Boss orangnya baik, namanya Ishak, walaupun dari luar kelihatan jutek, tapi dia sangat perhatian dengan karyawannya, orangnya disiplin mati, bahkan tentara mungkin kalah dengan dia. Kalau liat muka dan perawakannya jadi ingan tuan Crab dalam kartun Spongebob. "Cepat ganti pakaian, kerjaan numpuk", ketusnya. "Siap komandan", jawabku sambil berlalu dan tersenyum simpul. Dengan cepat aku berganti pakaian kerja, mengambil peralatan dan mulai sibuk dengan barang-barang yang lumayan kotor. Baru setengah jam, terasa ada yang lain pada perutku... asraga... aku belum sarapan pagi !! (bersambung)